A. ILMU
PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN KEMISKINAN
1. Ilmu
Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis
yang rasional, sistimatik, logik dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan
dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. Ilmu
pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang
sifatnya supermakro, makro dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada
ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan
sebagainya. “ Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian
sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang
masing-masing punya identities sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada
keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara
teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan
sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian
pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam
pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa
pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang
budi. Dan oleh Bacon & David Home pengetahuan diartikan sebagai pengalaman
indera dan batin. Menurut Imanuel Kant pengehuan merupakan persatuan antara
budi dan pengalaman. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan
diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan
akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya
sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
Untuk
membuktikan pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori kebenaran
pengetahuan :
1. Pengetahuan
dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil
(proposisi) yang terdahulu
2. Pengetahuan
dianggap benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan
3. Pengetahuan
dianggap benar apabila mempunyai konsekwensi praktis dalam diri yang mempunyai
pengeahuan itu.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen
penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu ; ontologis, epistemologis,
dan aksiologis. Epistemologis hanyalah merupakan cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh ilmu pengetahuan. Ontologis
dapat diartikan hakekat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas
ruang lingkup ujud yang menajdi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain
ontologism merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis
adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Pembentukan
ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian,
meliputi objek material sebagai bahan yang menadi tujuan penelitian bulat dan
utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan
yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek
ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu
suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan
untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara
berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah
pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari
berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
Untuk mencapai
suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat
ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
1.
Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga
menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif
2.
Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap
problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan
pemilihan terhadap hipotesis yang ada
3.
Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak
dapat diubah maupun terhadap indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
4.
Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun
aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk
dibuktikan kembali.
Permasalahan
ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap
ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya.
2.
Teknologi
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara
akademis dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body ofknowledge), dan teknologi
sebagai suatu seni (state of arts ) yang mengandung pengetian berhubungan
dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah,
modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan
produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis,
tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknoogi sosial
pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu
adalah merode sistematis untuk mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).
Teknologi
memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki
otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964)
tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul
istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk
memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara
rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam
setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai
usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan
diperhingkan sebelumnya.
Fenomena teknik pada
masyarakat ikini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia
berikut :
1.
Rasionalistas,
artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan
dengan perhitungan rasional
2.
Artifisialitas,
artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan
rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu
mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
4.
Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5.
Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi
dan saling bergantung
6.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas
kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7.
Otonomi artinya teknik berkembang menurut
prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang
berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya
bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
1.
Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu
menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan
capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2.
Teknik meliputi bidang organisasional seperti
administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3.
Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah
menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi
dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari
pengaruh teknik.
Alvin
Tofler (1970) mengumpakana teknologi itu sebagai mesin yang besar atau sebuah
akselarator (alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan
bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan
kualtiatif, maka kiat meningkat pula proses akselerasi yagn ditimbulkan oleh
mesinpengubah, lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih
banyak dan lebih baik lagi.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan,
tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan
sistem-sistem lain dalam kerangka nasional seperti kemiskinan.
3. Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis
kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.
Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1. Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi
manusia dalam lingkungan sekitar.
3. Kebutuhan
objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi
Persepsi
manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalamhal ini garis
kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan
sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana
posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif
manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan
apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan
tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang
dialaminya.Ke semuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan
dalam nilai uang sebgai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang
diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan
minilam ( versi bank dunia, dikota 75 $ dan desa 50 $AS perjiwa setahun, 1973)
( berapa sekarang ? ).
Berdasarkan ukuran
ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai
berikut :
1.
Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti
tanah, modal, ketrampilan. Dll
2.
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua
modal usaha
3.
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
4.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5.
Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak
mempunyai ketrampilan.
Kemiskinan menurut
orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsure :
1.
Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun
mental seseorang
2.
Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
3.
Kemiskinan buatan.
Yang
relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia
pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan
dari struktur-struktur buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik,
sosial maupun cultural. Selaindisebabkan oleh hal – hal tersebut, juga
dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang kemiskinan sebagai
nasib, malahan sebagai takdir Tuhan. Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau
subkultur, yang mempunya struktur dan way of life yang telah turun temurun
melalui jalur keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan
selama proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari
feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme,
dsb.obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.
B. AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh
pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah
kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan,
tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan
Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf. Bukti-bukti itu sampai
pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan
ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu
dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat,
di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu
dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis. Peraturan agama
dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative
atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Contoh
kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan
disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk.
Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama
di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang.
Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap
nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan
makna bagi kehidupan kelompok.
1. Fungsi
Agama
a. Fungsi
Agama Dalam Masyarakat
1. Sumber
pedoman hidup
2. Mengatur
tata cara hubungan manusia dengan tuhannya ataupun manusia dengan manusia
3. Tuntunan
tentang kebenaran atau kesalahan
4. Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan
5. Pedoman
untuk menanamkan keyakian
6. Pedoman
keberadaan
7. Pengungkapan
estetika (keindahan)
8. Pedoman
untuk rekreasi dan hiburan
9. Memberikan
identitas pada manusia sebagai umat suatu agama
b. Dimensi
Komitmen Agama
Dimensi komitmen
agama menurut Roland Robertson:
1. dimensi
keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa orang yang religius akan menganut
pandangan teologis tertentu.
2. Praktek
agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan
komitmen agama secara nyata.
3. Dimensi
pengerahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
4. Dimensi
pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai perkiraan tertentu.
5. Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan.
2. Pelembagaan Agama
a. 3
Tipe Kaitan Agama Dalam Masyarakat
Agama memiliki tiga
(3) tipe hubungan dengan masyarakat diantaranya ( menurut Elizabeth K.
Nottingham )
1. Masyarakat
Pedalaman
Di dalam kehidupan masyarakat pedalaman agama masih
berdasarkan kepercayaan sehingga mereka mengadakan berbagai upacara ritual karena
mereka percaya dengan begitu mereka sudah memiliki agama.
2. Masyarakat
Semi Industri
Dalam masyarakat semi industri sudah lebih maju dari
masyarakat pedalaman sehingga di masyarakat semi indutri sudah memegang agama
sebagai kepecayaan dan sebagai pedoman dalam melakukan segala hal seperti
berdagang.
3. Masyarakat
Industri Sekunder ( Modern )
Dalam masyarakat industri sekunder sudah banyak muncul
teknologi canggih sehingga lebih mudah menolong kegiatan manusia, namun karena
sudah banyak teknologi maka agama menjadi di “no duakan” sehingga kurangnya
kepercayaan terhadap agama.
2. Pelembagaan
Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya
a. Islam
: MUI MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama
Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal
26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
b. Kristen
: Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) PGI (dulu disebut Dewan
Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai
perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali
Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan
bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di
Indonesia.”
c. Katolik
: Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI
atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di
Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas
pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan
KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai
cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI
adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah
pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada
2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di
Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2
uskup)
d. Hindu
: persada Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi
umat Hindu Indonesia.
e. Budha
: MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia.
Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE
tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong,
Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI)
dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
f. Konghucu
: MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah
sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia.
Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu
beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada
sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok
yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah
satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman
dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama
Negara .
3. Contoh-contoh Konflik Agama Dalam Kehidupan
Bermasyarakat Beserta Solusi Untuk Menangani Konflik Tersebut.
1. Perbedaan
pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan
Muhammadiyah.
2. Perbedaan
penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing –
masing umat.
Solusi untuk menangani konflik tersebut yaitu diadakan lah
sebuah perundingan dari berbagai kelompok-kelompok tersebut untuk memecahkan
sebuah permasalahan yang diakibatkan oleh perbedaan pendapat guna untuk
mencapai satu tujuan yang dapat diterima oleh semua kelompok tersebut.
SUMBER :
SUMBER :
-http://definisi-pengertian.blogspot.com/2009/11/pengertian-ilmu-dan-ilmu-pengetahuan.html
-http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/01/definisi-teknologi.html
-http://www.scribd.com/doc/40750397/Sikap-Ilmiah
-http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
-http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/17/fungsi-fungsi-orang-miskin
-http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/01/definisi-teknologi.html
-http://www.scribd.com/doc/40750397/Sikap-Ilmiah
-http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
-http://sosbud.kompasiana.com/2010/02/17/fungsi-fungsi-orang-miskin
0 comments:
Post a Comment