Konon, asal usul batik
Pekalongan sudah ada sejak sekitar tahun 1800-an. Hal ini diperkuat oleh data
yang tercatat di Deperindag yang menyatakan bahwa pada tahun 1802 telah ada
batik Pekalongan untuk bahan baju yang bermotif pohon kecil.
Namun perkembangan yang
signifikan diperkirakan baru terjadi pada tahun 1925-1839 setelah adanya perang
besar di Kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau
perang Jawa. Dalam perang tersebut banyak dari para bangsawan keraton pergi
meninggalkan kerajaan. Mereka menyebar ke daerah-daerah lain di timur Pulau
Jawa seperti Mojokerto, Tulungagung, Gresik, Surabaya dan Madura. Dan, ada pula
yang menyebar ke arah barat dari Kerajaan Mataram seperti Banyumas, Kebumen,
Tegal, Cirebon, dan Pekalongan. Di tempat-tempat tersebut mereka tidak hanya
menghindar dari serangan Belanda, melainkan juga mengembangkan kesenian yang
dahulu hanya ada di lingkungan keraton, yaitu membatik.
Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana
ciri khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika
dibanding dengan batik pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi
pendatang keturunan China dan Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan
menarik, meskipun motifnya terkadang sama dengan batik Solo atau Yogya,
seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang atraktif.
Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani dan
kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer dan terkenal dari
pekalongan adalah motif batik Jlamprang. Batik Pekalongan banyak dipasarkan
hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jambi, Minahasa, hingga Makassar.
Biasanya pedagang batik di daerah ini memesan motif yang sesuai dengan
selera dan adat daerah masing-masing. Keistimewaan Batik Pekalongan adalah
para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan jaman, Misalnya pada waktu
penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan nama ’Batik Jawa Hokokai’ yaitu batik
dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya batik jawa
hokokai ini merupakan batik pagi-sore.
Pasang surut perkembangan batik pekalongan, memperlihatkan pekalongan layak
menjadi ikon bagi perkembangan batik di nusantara. Ikon bagi karya seni yang
tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik
sudah menjadi nafas kehidupan sehari-hari warga pekalongan dan merupakan salah
satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan
produk batik karena terkenal dengan produk batik, pekalongan dikenal dengan
kota batik. julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama di pekalongan.
Nilai Budaya Daerah
Batik-tulis yang diproduksi oleh para perajin di
Pekalongan jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada
gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: keindahan (seni),
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya
yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan
ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk
menghasilkan sebuah batik tulis yang bagus.
0 comments:
Post a Comment