HAK CIPTA
A. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta
merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari Hak kekayaan Intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi) karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukan.
Hak Cipta
adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan
hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya Hak cipta
merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak Cipta juga dapat memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umunya pula hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak
cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”.
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan
terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara
harfiah artinya “hak salin”). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan
mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum terhadap
karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut
diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika
peraturan hukum tentang copyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut
diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup
perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur
penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain
itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun,
yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Sementara itu berdasarkan pasal 5
sampai dengan pasal 11 unndang – undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta
yang dimaksud pencipta adalah sebagai berikut :
- Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing – masing atas bagian ciptaannya sendiri.
- Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
- Pemegang Hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian anatar kedua pihak dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas.
- Jika suatu ciptaan dibuat ddalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak
- Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebutkan seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya
Ada beberapa
istilah yang sering digunakan dalam Hak Cipta, antara lain:
1 Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara
bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2. Ciptaan
Ciptaan adalah
hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
3. Hak Cipta:
Hak khusus bagi
pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pemegang Hak Cipta
adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak
yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman
adalah pembacaan,
penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan
menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara
apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan
Merupakan
penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang
sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Lisensi
izin yang
diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya
dengan persyaratan tertentu.
Hak-hak
yang tercakup dalam hak cipta
1. Hak eksklusif
Yang
dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak
ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak
lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak
cipta.
Beberapa hak eksklusif yang umumnya
diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
- membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
- mengimpor dan mengekspor ciptaan,
- menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
- menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
menjual atau mengalihkan hak
eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
2. Hak ekonomi dan hak moral
Hak Ekonomi
adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, Hak Moral adalah hak
yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak
dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait
telah dialihkan.
Contoh pelaksanaan hak moral adalah
pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas
ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur
dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Perolehan Hak Cipta
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah
memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta
biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini
dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Pendaftaran
hak cipta di Indonesia
Di
Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta
atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak
ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian,
surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila
timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab
IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di
bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak
cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen
HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola
oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
Lisensi
Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan
oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk
mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan
persyaratan tertentu.
Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu
berbeda-beda dalam yurisdiksi yang
berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau
tidak diterbitkan.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya
ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau
dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan
untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama
pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan
hasil kebudayaan rakyat
yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Yang
Dapat Dilindungi Dalam Hak Cipta
Ciptaan yang dapat dilindungi hak
cipta di Indonesia adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan
sastra yang mencakup :
- Buku, program, dan semua hasil karya tulis lainnya.
- Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
- Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
- Lagu atau musik dengan atau tanpa seks
- Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim
- Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni klagrafi, seni pahat dll.
- Arsitektur
- Peta
- Seni batik
- Sinema tografi
- Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Sementara itu yang tidak ada hak
ciptanya yaitu :
- Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga negara
- Peraturan perundang – undangan
- Pidato kenegaraan / pejabat pemerintah
- Putusan pengadilan atau penetapan haki
- Keputusan badan arbitrase / lainnya.
Penegakan
hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada
pula sisi hukum pidana.
Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius,
namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Dalam ketentuan Hukum Pidana berikut
ini adalah pasal – pasal yang telah ditetapkan oleh pemerintah, bagi orang –
orang yang melanggar hak cipta :
- Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
- Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipenjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
- Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersil suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Selain itu di Indonesia masalah hak
cipta juga diatur dalam Undang – undang yaitu, Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberika izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan perundang – undangan
yang berlaku”. Hak Eksklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak
lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta
tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Hukum yang mengatur hak cipta
biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan umum,
konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam
ciptaan tersebut, sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan Tokoh kartun
anak – anak melarang salinan kartun tersebut atau menciptakan tokoh tersebut,
namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh secara
umum.
Asosiasi
Hak Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia
antara lain:
- KCI : Karya Cipta Indonesia
- ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
- ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
- APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
- ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
- PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
- IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
- MPA : Motion Picture Assosiation
- BSA : Bussiness Software Assosiation
- YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
Secara umum pembajakan karya rekaman
lagu atau musik dibagi atas beberapa kategori sebagai berikut :
- Illegal copying, merupakan bentuk pembajakan berupa pembuatan kompilasi lagu-lagu atau album-album yang sedang hits dan populer dari rekaman original/aslinya tanpa izin dan demi kepentingan komersial. Bentuk pembajakan inilah yang sangat mengancam industri lagu atau musik dikarenakan dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.
- Counterfeiting, merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan memperdagangkan produk bajakan berupa album yang sedang laris, kemasannya di reproduksi mirip dengan aslinya sampai dengan detail sampul album dan susunan lagunya pun dibuat sama dengan album aslinya. Ini bertujuan untuk mengelabui konsumennya agar konsumennya menyangka bahwa produk bajakan ini original/asli dan harganya murah.
- Bootlegging, merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara membuat rekaman dari suatu pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band di suatu tempat. Pembajakan ini juga dapat di buat dari rekaman siaran media penyiaran (broadcasting). Nah rekaman ini kemudian diperbanyak dan dijual dengan harga tinggi demi keuntungan yang besar. Biasanya konsumen dari produk hasil bootlegging ini adalah orang-orang yang tidak bisa menyaksikan pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band pujaannya, sehingga ia rela membeli produk hasil bootlegging ini meskipun ilegal dan harganya mahal. Praktek bootlegging ini selain merugikan penyanyi atau bandnya itu sendiri juga sangat merugikan produser program yang bersangkutan.
Menyadari akan pentingnya
perlindungan hukum terhadap Hak Cipta demi menumbuhkan gairah mencipta di
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Pemerintah Indonesia secara terus
menerus berusaha untuk memperbaharui peraturan perundang-undangannya di bidang
Hak Cipta demi menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada, baik
perkembangan di bidang ekonomi maupun di bidang teknologi. Hal ini dibuktikan
dengan dibentuknyaUndang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1997.
Namun usaha yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dalam rangka perlindungan terhadap karya cipta ini
ternyata belum membuahkan hasil yang maksimal. Ini dikarenakan dalam
realitasnya, berbagai macam bentuk pelanggaran yang dilakukan baik berupa
pembajakan terhadap karya cipta, mengumumkan, mengedarkan, maupun menjual karya
cipta orang lain tanpa seizin penciptanya ataupun pemegang Hak Ciptanya masih
menggejala dan seolah-olah tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat
dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Setidaknya ada beberapa faktor
penyebab meningkatnya kegiatan pembajakan Hak Cipta lagu atau
musik beserta dampaknya di Indonesia :
- Kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarakat terhadap perlindungan Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI), khususnya mengenai Hak Cipta lagu atau musik. Untuk itu, sangat diperlukan sekali sosialisasi akan pentingnya Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI) terutama di bidang lagu atau musik bagi masyarakat.
- Faktor ekonomi masyarakat Indonesia sendiri yang cenderung lebih memilih membeli lagu atau musik bajakan yang harganya relatif lebih murah atau bahkan gratis dibandingkan dengan lagu atau musik original/aslinya. Sikap masyarakat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku pembajakan Hak Cipta khususnya di bidang lagu atau musik untuk melakukan pembajakan Hak Cipta demi meraup keuntungan yang besar, tanpa harus bersusah payah memikirkan nasib para pencipta yang sudah bersusah payah untuk menciptakan suatu karya tersebut.
- Sikap masyarakat yang cenderung berprasangka buruk terhadap penegakkan hukum Hak Cipta, umumnya penegakkan hukum di Indonesia yang terkesan mengecewakan misalnya para koruptor yang bisa keluar masuk penjara, para koruptor yang memiliki fasilitas lebih di penjara, para koruptor dengan hukuman yang ringan, dll. Inilah yang menyebabkan lahirnya sikap semacam ketidak pedulian terhadap pelanggaran yang terjadi dikarenakan penegakkan hukumnya yang sudah terkesan mengecewakan.
- Kemajuan teknologi ternyata membawa dampak baik dan buruk dalam penegakkan hukum Hak Cipta. Dampak baiknya adalah seiring dengan kemajuan teknologi terutama internet, kitadapat belanja lagu atau musik yang original/asli di toko-toko musik online, sedangkan dampak buruknya adalah semakin tersebarnya link-link download lagu atau musik ilegal di dunia maya serta semakin mudahnya pembajakan karya rekaman suara di dunia nyata berkat kemajuan teknologi yang merupakan pedang bermata dua ini.
- Pembajakan Hak Cipta akibat daya beli yang rendah. Menurut Abdul Bari, mantan Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM, banyaknya pembajakan terhadap hasil karya seseorang karena daya beli masyarakat masih rendah. Beliau mencontohkan peredaran Video Compact Disc bajakan di Indonesia sangat marak. Hal itu karena daya beli masyarakat rendah. Jika harus beli Video Compact Disc orisinil yang harganya puluhan ribu rupiah, masyarakat tidak mampu. Akibatnya, mereka memilih barang bajakan yang harganya sangat murah.
- Kurangnya tindakan hukum yang serius bagi para pelaku tindak pidana atau para pembajak, sehingga jika keadaan ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan yang melanggar undang-undang.
B. Dasar Hukum
Hak cipta
mempunyai dasar hukum yaitu :
- UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
- UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
- UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
- UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
C. CONTOH KASUS
Di indonesia
seseorang dengan mudah dapat memotokopi sebuah buku, padahal dalam buku
tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau rang yang ditunjuk
oleh pengarang sehingga apabila kegiatan fotokopi dilakukan dan tanpa mempeolrh
ijin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak
cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan
pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semeacam ini
merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi sat ini bisnis taman bacaan
tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta di Yogyakarta
dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan
untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kedua contoh tersebut merupakan
contoh keci dari raktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh
masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan
adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta. Padahal jika praktek seperti ini
diteruskan maka akan membunuh kreativitas pengarang. Pengarang akan enggan
menulis karena hasil karyanya selalu di bajak sehingga di merasa dirugikan
secara moril atau materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profei
lain yang lebih menghasilkan selain itu kurang tegasnya hak cipta dapat
memotivasi kegiatan plagiasi di tanah air. Kita tentu pernaah mendengar gelar
Kesarjanaan seseorang di copot karena meniru tugas akhr karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan
pelanggaran hak cipta di indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan
pemerintah terkadang tidak sadar melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta.
Contoh kongkritnya adalah Perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan
pelanggarn hak cipta apabila tidak tahan mengenai konsep hak cipta itu
sendiri. Plagiasi, digitalisasi, koleksi, dan layanan fotokopi merupakan topik
topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan pelanggaran
hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai mdia sosialisasi hak cipta
sehingga dapat meminimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di tanah air.
Praktek fotokopi dapat dikategorikan
sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena fotokopi
memperbanyak suatu karya tanpa iji dari pengarang dan penerima keuntungan
ekonomi atas jasa fotokopi yang diberikan. Kegiatan fotokopi dapat dikategorika
dalam 2 jenis, yaitu fotokopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta
layanan fotokopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan fotokopi
untuk pengadaan kolesi perpustakaan bertujuan untuk memenuhui keuntungan
perpustakan sdangkan layanan fotokopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan
untuk memudhkan pengguna perpustakaan.
SUMBER
:
0 comments:
Post a Comment